OLEH:
I DEWA GEDE PRANATA WIGUNA
P07120013012
TINGKAT 2.1 REGULER
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2014
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PENCERNAAN PENYAKIT
“CHOLESTASIS”
1. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Pengertian
Cholestasis adalah kondisi yang
terjadi akibat terhambatnya aliran empedu dari saluran empedu ke intestinal. Cholestasis terjadi bila ada hambatan aliran empedu dan
bahan-bahan yang harus diekskresi hati (Nazer, 2010).
Cholestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu
masuk duodenum dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai
dari
membrana-basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam
duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang
diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol
didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi cholestasis adalah
terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier (Arief,
2010).
B.
Etiologi/Penyebab
Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis dan
ekstrahepatic cholestasis.
1) Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat
gangguan pada sel hati yang terjadi akibat: infeksi bakteri yang menimbulkan
abses pada hati, biliary cirrhosis primer, virus hepatitis, lymphoma,
cholangitis sclerosing primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-obatan yang
menginduksi cholestasis.
2) Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh
tumor saluran empedu, cista, striktur (penyempitan saluran empedu),
pankreatitis atau tumor pada pankreas, tekanan tumor atau massa sekitar organ,
cholangitis sklerosis primer. Batu empedu adalah salah satu penyebab
paling umum dari saluran empedu diblokir. Saluran empedu diblokir mungkin juga
hasil dari infeksi.
C. Epidemiologi/Insiden Kasus
Cholestasis pada bayi terjadi pada ±
1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup,
atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi α-1 antitripsin 1:20000. Rasio
atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis
neonatal, rasionya terbalik 5,6,7.
Di Kings College Hospital England
antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377 (34,7%), hepatitis neonatal 331
(30,5%), α-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis lain 94 (8,7%),
sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%).3,5
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr.
Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat
96 penderita dengan neonatal cholestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%),
atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%),
dan sindroma inspissated-bile 1 (1,04%).8
D. Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna
hijau kekuningan merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit.
Empedu mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang
terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol
dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin
terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah
sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana
permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan
apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi
berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan
cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses
tersebut kedalam empedu.Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi
dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek).
Bilirubin tidak terkonyugasi yang
larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral,
dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi
bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh
transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran
bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam
empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan
dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga
terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di
hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan
gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan
hiperbilirubinemi terkonjugasi (Areif, 2010)
E.
Gejala
Klinis
Gambaran klinis
pada cholestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-keadaan:
- Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus
1. Tinja
akolis/hipokolis
2. Urobilinogen/sterkobilinogen
dalam tinja menurun/negatif
3. Urobilin dalam
air seni negatif
4. Malabsorbsi
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak
5. Steatore
6. Hipoprotrombinemia
- Akumulasi empedu dalam darah
1. Ikterus
2. Gatal-gatal
3. Hiperkolesterolemia
- Kerusakan sel hepar karena menumpuknya
komponen empedu
a.
Anatomis
-
Akumulasi pigmen
-
Reaksi peradangan dan nekrosis
b.
Fungsional
-
Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil transpeptidase meningkat)
-
Transaminase serum meningkat (ringan)
-
Gangguan ekskresi sulfobromoftalein
-
Asam empedu dalam serum meningkat
Tanda-tanda non-hepatal sering pula membantu dalam
diagnosa, seperti sindroma polisplenia (situs inversus, levocardia, vena cava
inferior tidaka ada), sering bersamaan dengan atresia bilier: bentuk muka yang
khas, posterior embriotokson, serta adanya bising pulmunal stenosis perifer,
sering bersamaan dengan “paucity of the intrahepatic bile ductules”
(arterio hepatic displasia/Alagille’s syndrome) nafsu makan yang jelek dengan
muntah, “irritable”, sepsis, sering karena adanya kelainan metabolisme
seperti galaktosemia, intoleransi froktosa herediter, tirosinemia.
F. Pemeriksaan Penunjang
Secara garis besar,
pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1.
Pemeriksaan Laboratorium
a.
Pemeriksaan Rutin
Pada setiap kasus cholestasis
harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya
dari hiper-bilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan
darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin
direct < 4mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan
kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan gamma- GT < 5 kali,
lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan
SGOT < 5 kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah
ke cholestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang
rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier.
b.
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan aspirasi
duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi
penulis lain mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari
pemeriksaan visualisasi tinja.
2.
Pencitraan
a.
Pemeriksaan ultrasonografi
b.
Sintigrafi hati
c.
Pemeriksaan kolangiografi
3.
Biopsi Hati
Gambaran histopatologik hati
adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di tangan seorang
ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%
sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan
la-paratomi eksplorasi, dan bahkan berperan untuk penentuan operasi
Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai ditentukan oleh diameter
duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus 100- 200
u atau 150-400 u maka aliran empedu dapat terjadi.
G. Penatalaksanaan
1.
Terapi medikamentosa yang
bertujuan untuk :
a.
Memperbaiki aliran
bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asam litokolat),
dengan memberikan ½ Fenobarbital 5 mg/kg/BB/hari dibagi 2 dosis per oral.
Fenobarbital akan merangsang enzim glukuronil transferase (untuk mengubah
bilirubin indirect menjadi bilirubin direct); enzim sitokrom P-450 (untuk
oksigenisasi toksin), enzim Kolestiramin 1 gr/kg/BB/hari dibagi 6 dosis atau
sesuai jadwal pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam
empedu sekunder.
b.
Melindungi hati dari zat
toksik, dengan memberikan ½ asam unsodeoksikolat, 3 ½ 10 mg/kg/BB/hari dibagi 3
dosis per oral. Asam unsedeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap
asam litokolat yang hepatotoksik.
2.
Terapi nutrisi, yang
bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin,
yaitu :
a.
Pemberian makanan yang
mengandung medium chain tri-glycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpi lemak.
b.
Penatalaksanaan defisiensi
vitamin yang larut dalam lemak.
3.
Terapi bedah
Bila semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
atresia bilier hasilnya meragukan, maka Fitzgerald menganjurkan laparatomi
eksplorasi pada keadaan sebagai berikut : Bila feses tetap akolik dengan
bilirubin direct > 4 mg/dl atau terus meningkat, meskipun telah diberikan
fenobarbital atau telah dilakukan uji prednison selama 5 hari.
2.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Pengkajian adalah komponen kunci dan
pondasi proses keperawatan, pengkajian terbagi dalam tiga tahap yaitu,
pengumpulan data, analisa data dan diagnosa keperawatan. (H. Lismidar, 1990.
Hal 1)
a. Pengumpulan
data
Dalam pengumpulan data ada urutan –
urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
1) Identitas
klien
Cholestasis merupakan
batu pada kandung empedu yang banyak terjadi pada individu yang berusia di atas
40 tahun dan semakin meningkat pada usia 75 tahun. Dan wanita mempunyai resiko
3 kali lipat untuk terkena cholestasis dibandingkan dengan pria.
2) Alasan
Masuk RS
a. Keluhan
Utama
Merupakan keluhan yang paling utama
yang dirasakan oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien
rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
b. Riwayat
penyakit sekarang
Merupakan pengembangan diri dari
keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus
utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal
dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety
(S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien
merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal
tersebut.
3) Riwayat
Kesehatan
a. Kesehatan
Sebelumnya
Perlu dikaji apakah klien pernah
menderita penyakit sama atau pernah di riwayat sebelumnya. Klien memiliki Body
Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi cholestasis.
Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu
pun tinggi.
b. Riwayar
Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga
klien pernah menderita penyakit cholestasis. Penyakit cholestasis tidak
menurun, karena penyakit ini menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola
makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat keluarga cholestasis
mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.
4) Riwayat
psikososial
Pola pikir sangat sederhana karena
ketidaktahuan informasi dan mempercayakan sepenuhnya dengan rumah sakit. Klien
pasrah terhadap tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit asal cepat sembuh.
Persepsi diri baik, klien merasa nyaman, nyeri tidak timbul sehubungan telah
dilakukan tindakan cholesistektomi.
5) Pola
fungsi kesehatan
a) Pola
persepsi dan tata laksana hidup sehat
Persepsi diri baik, klien merasa
nyaman, nyeri tidak timbul sehubungan telah dilakukan tindakan cholesistektomi.
b) Pola
nutrisi dan metabolik
Pasien dengan cholestasis
biasanya mengalami malnutrisi lemak dan mengalamai mual, muntah pada saat
makan. Kaji pola makan dan nutrisi pasien.
c) Pola
eliminasi
Klien tidak mengalami
perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
d) Pola
aktivitas dan latihan
Dengan nyeri abdomen
akan menganggu aktivitas.
e) Pola
tidur dan istirahat
Dengan nyeri pada abdomen
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
f) Pola
hubungan dan peran
Klien tidak mengalami
masalah dengan hubungan dan peran.
g) Pola
sensori dan kognitif
Daya panca indera
(penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.
h) Pola
persepsi dan konsep diri
Karena nyeri biasanya
akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
i)
Pola penanggulangan
stress
Dengan adanya proses
pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa
mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
j)
Pola tata nilai dan
kepercayaan
Karena nyeri abdomen menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
6) Pemeriksaan
fisik
Berdasarkan sistem –
sistem tubuh
a). Sistem integumen
Pasien dengan
Cholestiasis biasanya akan mengalami gatal-gatal pada kulit akibat adanya
toksin dalam darah.
b). Sistem pernapasan
Pada Pasien Cholestasis
tidak mengalami masalah dengan sistem pernapasan.
c). Sistem pengindraan
Kemungkinan besar pasien
tidak memiliki masalah dalam sistem pengindraan.
d). Sistem kordiovaskuler
Pasien tidak megalami
maslaah dalam sistem kardiovaskuler, bila ada kaji secara rinci.
e). Sistem gastrointestinal
Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen
didapatkan :
Inspeksi : datar, eritem (-),
sikatrik (-)
Auskultasi : peristaltik (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (+)
regio kuadran kanan atas, hepar-lien tidak teraba, massa (-)
Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan
kantung empedu. Biasanya pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan
teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
Adanya nafsu
makan menurun, anoreksia, berat badan turun. (DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)
f). Sistem muskuloskeletal
Pasien
dengan cholestasis tidak mengalami masalah dalam sistem mussuloskeletal.
g). Sistem neurologis
Biasanya akan mengalami
nekrosis bila terjadi fatal
h). Sistem genetalia
Biasanya klien
tidak mengalami kelainan pada genitalia
7) Pemeriksaan
penunjang
i.
Pemeriksaan Radiologi
ii.
Pemeriksaan
laboratorium
b. Analisa
data
Data yang telah dikumpulkan kemudian
dianalisa untuk menentukan masalah klien.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis:
obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
2.
Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster.
3.
Risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh, berhubungan dengan memaksa diri atau pembatasan berat badan sesuai aturan;
mual/muntah.
C.
Rencana Keperawatan
1.
Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis:
obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
Tujuan :
Individu
akan menyatakan redanya/berkurangnya nyeri setelah tindakan pereda nyeri yang
memuaskan.
Kriteria Hasil :
Perencanaan
keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan berorientasi untuk
memenuhi hal-hal berikut:
1. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.
2. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman.
3. Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis
yang dimiliki.
4. Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
5. Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri saat dirumah.
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
2. Risiko tinggi
kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, distensi, dan
hipermotilitas gaster.
Tujuan dan
Kriteria Hasil (NIC) :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama….. defisit volume cairan teratasi dengan kriteria
hasil:
1.
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia
dan BB, BJ urine normal,
2.
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas
normal
3.
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas
turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
4.
Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
5.
Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
6.
Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
7.
pH urin dalam batas normal
8.
Intake oral dan intravena adekuat
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Pertahankan masukan dan haluaran
akurat, perhatikan haluaran kurang dari masukan, peningkatan berat jenis
urine. Kaji membrane mukosa/kulit, nadi perifer, dan pengisian kapiler.
2.
Awasi tanda / gejala
peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen, kelemahan, kejang, kejang
ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif atau tak adanya
bising usus, depresi pernapasan.
3.
Kolaborasi : Pertahankan pasien
puasa sesuai keperluan.
4.
Kolaborasi : Berikan antimetik.
5.
Kolaborasi : Berikan cairan IV,
elektrolit, dan vitamin K.
|
1. Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian.
2. Muntah berkepanjangn, aspirasi gaster, dan pembatasan pemasukan oral
dapat menimbulkan deficit natrium, kalium dan klorida.
3.
Menurunkan sekresi dan motilitas
gaster.
4.
Menurunkan mual dan mencegah
muntah.
5.
Mempertahankan volume sirkulasi
dan memperbaiki ketidakseimbangan.
|
3. Risiko tinggi
perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan memaksa diri
atau pembatasan berat badan sesuai aturan; mual/muntah.
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) :
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan
indikator:
1.
Albumin serum
2.
Pre albumin serum
3.
Hematokrit
4.
Hemoglobin
5.
Total iron binding capacity
6.
Jumlah limfosit
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji distensi abdomen, sering bertahak, berhati-hati, menolak bergerak.
2. Perkirakan/hitung pemasukan kalori juga komentar tentang napsu makan
sampai minimal
3.
Berikan suasana menyenangkan pada
saat makan, hilangkan rangsangan berbau.
4.
Kolaborasi : Konsul dengan ahli
diet/tim pendukung nutrisi sesuai indikasi.
5.
Tambahkan diet sesuai toleransi,
biasanya rendah lemak, tinggi serat, batasi makanan penghasil gas dan
makanan/makanan tinggi lemak.
|
1.
Tanda non-verbal ketidaknyamanan
berhubungan dengan gangguan pencernaan, nyeri gas.
2. Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi. Berfokus pada masalah
membuat suasana negative dan mempengaruhi masukan.
3.
Untuk meningkatkan nafsu
makan/menurunkan mual.
4. Berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui rute yang
paling tepat.
5. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan meminimalkan rangsangan pada kandungan
empedu.
|
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2010.
available athttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/bileductdiseases.html
(Diakses tanggal 18 Nopember 2014)
Anonym.2010.available
http: ://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000215.htm (Diakses tanggal
18 Nopember 2014)
Arief, Sjamsul.
2010. Deteksi dini cholestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya.
C, Lilis C, LeMone. P. (1997). Fundamental of Nursing: The
Art and Science of Nursing Care. Philadelphia: Lippinott-Raven Publishers.
Doenges, Marilyn E, 1999. ”Rencana Asuhan Keperawatan EGC”,
Jakarta.
Jhonson, Marion., Meridean Maas. (2000). Nursing Outcomes
Classification (NOC). St. Louis: Mosby.
Mansjoer A. et
al, 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512. Jakarta: Media Aesculapius, FKUI.
McCloskey, Joanne C., Bullechek, Gloria M. (1996). Nursing
Interventions Classification (NIC). St. Loui: Mosby.
NANDA. (2005). Nursing Diagnoses: Definitions &
Classification 2005-2006. Philadelphia: NANDA International.
Nazer, Hisham. 2010. Cholestasis. available
at http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview (Diakses
tanggal 18 Nopember 2014)
Perry, A.G. & Potter, P.A. (1994). Clinical Nursing
Skills & techniques (third edition). St. Louis: Mosby-Year Book.aylor
Potter, P.A. &
Perry, A.G. (1996). Fundamentals of Nursing: Concept, Process & Practice.
(third edition). St. Louis: Mosby-Year Book
Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah,
Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan. Kuliah Ilmu Bedah, hal
71 – 77,
MENGETAHUI DENPASAR,
22 NOVEMBER 2014
PEMBIMBING
PRAKTEK MAHASISWA
( ) ( )
NIP : NIM
:
MENGETAHUI
PEMBIMBING AKADEMIK
( )
NIP
:
0 Response to "LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN PENYAKIT “CHOLESTASIS”"
Post a Comment