BAB I
PENDAHULUAN
Ikterus
merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL).
Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada bayi
cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan.
Perawatan
Ikterus berbeda diantara negara
tertentu, tempat pelayanan tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan
adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti ; pemberian makanan dini,
kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksi (misal; luminal) pada ibu dan bayi,
fototherapi dan transfusi pengganti.
Asuhan
keperawatan pada klien selama post partum juga terlalu singkat, sehingga klien
dan keluarga harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat
rujukan, cara merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan
perawatan di rumah.
Perawat
sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peranan dalam memberikan
asuhan keperawatan secara paripurna.
Untuk itu dalam penulisan makalah ini
mempunyai maksud :
1. Agar perawat memiliki intelektual dan mampu
menguasai ketrampilan dan tehnik terutama yang berkaitan dengan perawatan klien
dan keluarga dengan bayi Ikterus
(Hiperilirubinemia),
2. Agar Perawat mampu mempersiapkan klien dan
keluarga ikut serta dalam proses perawatan selama di Rumah Sakit dan perewatan
lanjutan di rumah.
Atas
dasar hal tersebut diatas maka kami menyusun makalah dengan judul ”Asuhan
Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planing pada klien dengan Bayi
Hiperbilirubinemia”
Adapun
yang menjadi permasalahan adalah bagaimana memberikan Asuhan Keperawatan pada
klien dengan bayi
Hyperbilirubinemia yang
mendapat Fototherapi.
Dalam
penulisan makalah ini kami menggunakan
metode Studi Kepustakaan, wawancara, Partisipasi Aktif dalam pemberian Asuhan
Keperawatan.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Batasan-Batasan
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada
neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut
(Hanifa, 1987):
·
Timbul
pada hari kedua-ketiga
·
Kadar
Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
·
Kecepatan
peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
·
Kadar
Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
·
Ikterus
hilang pada 10 hari pertama
·
Tidak
terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu
keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik,
atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin
mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus
Adalah suatu
kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada
Korpus Striatum, Talamus, Nukleus
Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar
Ventrikulus IV.
D. Etiologi
- Peningkatan produksi :
·
Hemolisis,
misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
·
Pendarahan
tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
·
Ikatan
Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia
atau Asidosis .
·
Defisiensi
G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
·
Ikterus
ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol
(steroid).
·
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
·
Kelainan
kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
- Gangguan transportasi akibat penurunan
kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
- Gangguan fungsi Hati yang disebabkan
oleh beberapa mikroorganisme atau
toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi ,
Toksoplasmosis, Siphilis.
- Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
- Peningkatan sirkulasi Enterohepatik
misalnya pada Ileus Obstruktif
E . Metabolisme Bilirubin
Segera
setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut
dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah
larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari
besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin
(Albumin binding site).
Pada
bayi yang normal dan sehat serta cukup
bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang
memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Diagram Metabolisme Bilirubin
ERITROSIT
|
||
HEMOGLOBIN
|
||
HEM
|
GLOBIN
|
|
BESI/FE
|
BILIRUBIN INDIREK
( tidak larut dalal air )
|
Terjadi pada
Limpha, Makofag
|
BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN ALBUMIN
|
Terjadi dalam
plasma darah
|
|
MELALUI HATI
|
||
BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN GLUKORONAT/
GULA RESIDU BILIRUBIN DIREK
( larut dalam air )
|
Hati
|
|
BILIRUBIN DIREK DIEKSRESI KE KANDUNG
EMPEDU
|
Melalui
Duktus Billiaris
|
|
KANDUNG EMPEDU KE DEUDENUM
|
||
BILIRUBIN DIREK DI EKSKRESI MELALUI URINE
& FECES
|
F. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh
dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah
apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal
ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia.
Gangguan
pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada
bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada
derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin
Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah
tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi
terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia (
AH, Markum,1991).
G. Penata Laksanaan Medis
Berdasarkan
pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk
mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan
Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode
therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti,
Infus Albumin dan Therapi Obat.
Fototherapi
Fototherapi
dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang
tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum)
akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin
dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini
terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari
jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin
kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang
bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil
Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan
melalui urine.
Fototherapi
mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara
umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl.
Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan
Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.
Tranfusi
Pengganti
Transfusi
Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru
lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir
perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg /
dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg /
dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak
Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang
Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan
meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada
Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2
hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A
dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek.
Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
Therapi Obat
Phenobarbital
dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil
untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya
(letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin
dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat
terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam
pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:
·
Inkomptabilitas
darah Rh, ABO atau golongan lain.
·
Infeksi
Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
·
Kadang-kadang
oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
·
Kadar
Bilirubin Serum berkala.
·
Darah
tepi lengkap.
·
Golongan
darah ibu dan bayi.
·
Test
Coombs.
·
Pemeriksaan
skrining defisiensi G6PD, biakan darah
atau biopsi Hepar bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72
jam sesudah lahir.
·
Biasanya
Ikterus fisiologis.
·
Masih
ada kemungkinan inkompatibilitas darah
ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
·
Defisiensi
Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
·
Polisetimia.
·
Hemolisis
perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya
cepat maka pemeriksaan yang perlu
dilakukan:
·
Pemeriksaan
darah tepi.
·
Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
·
Pemeriksaan
skrining Enzim G6PD.
·
Pemeriksaan
lain bila perlu.
3.
Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
·
Sepsis.
·
Dehidrasi dan Asidosis.
·
Defisiensi Enzim G6PD.
·
Pengaruh
obat-obat.
·
Sindroma
Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4.
Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
·
Karena
ikterus obstruktif.
·
Hipotiroidisme
·
Breast
milk Jaundice.
·
Infeksi.
·
Hepatitis
Neonatal.
·
Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu
dilakukan:
·
Pemeriksaan
Bilirubin berkala.
·
Pemeriksaan
darah tepi.
·
Skrining
Enzim G6PD.
·
Biakan
darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
Untuk
memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang
meliputi Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.
Pengkajian
1. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan
golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma,
Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor
Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang lemah,
Iritabilitas.
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit
anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah
Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab
penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain
yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari
Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)
2. Diagnosa, Tujuan , dan Intervensi
Berdasarkan
pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang memberi gambaran
keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun perencanaan asuhan
keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai diagnosa
keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang diperoleh.
1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan sehubungan
dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare.
Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat
Intervensi
: Catat jumlah dan
kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake output, beri air diantara
menyusui atau memberi botol.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan suhu tubuh (hipertermi)
sehubungan dengan efek fototerapi
Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat
dipertahankan
Intervensi
: Beri suhu lingkungan
yang netral, pertahankan suhu antara 35,5° - 37° C, cek tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit sehubungan
dengan hiperbilirubinemia dan diare
Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau
bilirubin direk dan indirek , rubah posisi setiap 2 jam, masase daerah yang
menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.
4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting sehubungan dengan
pemisahan
Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah
laku “Attachment” , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses
Bounding.
Intervensi
: Bawa bayi ke ibu
untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk stimulasi sosial dengan ibu,
anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya, libatkan orang tua dalam
perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan perasaannya.
5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat sehubungan dengan
therapi yang diberikan pada bayi.
Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan,
dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan
Intervensi
:
Kaji
pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning,
proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara
perawatan bayi dirumah.
6. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan efek
fototherapi
Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai
tanda-tanda gangguan akibat fototherapi
Intervensi
:
Tempatkan
neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam keadaan
telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang
dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan
bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis
tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak bicara dan beri
sentuhan setiap memberikan perawatan.
7. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan
tranfusi tukar
Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa
komplikasi
Intervensi
:
Catat kondisi
umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan NaCl selama
30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan,
pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus serta darah yang
akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-tanda vital; selama dan
sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati adanya ganguan cairan
dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan laboratorium
sesuai program.
Aplikasi Discharge Planing.
Pertumbuhan
dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti
rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua
dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama
perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah.
Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan
tindakan yang terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley
&Wong, 1994):
1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan
bila bayi mengalami gangguan-gangguan
kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun.
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa
susu selama beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu.
3. Memberikan penjelasan tentang prosedur
fototherapi pengganti untuk menurunkan kadar bilirubin bayi.
4. Menasehatkan pada ibu untuk
mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin.
5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
·
Memandikan
dengan sabun yang lembut dan air hangat.
·
Siapkan
alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah sekitar kulit
yang rusak.
·
Gunakan
pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan kelembaban kulit.
·
Hindari
pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.
·
Hindari
penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat mengakibatkan lecet
karena gesekan
·
Melihat
faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti penekanan yang
lama, garukan .
·
Bebaskan
kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena bab dan bak.
·
Melakukan
pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor kulit, capilari
reffil.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah :
1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 ° celsius)
2. Perawatan tali pusat / umbilikus
3. Mengganti popok dan pakaian bayi
4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika
bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru
5. Temperatur / suhu
6. Pernapasan
7. Cara menyusui
8. Eliminasi
9. Perawatan sirkumsisi
10. Imunisasi
11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :
·
letargi
( bayi sulit dibangunkan )
·
demam
( suhu > 37 ° celsius)
·
muntah
(sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)
·
diare
( lebih dari 3 x)
·
tidak
ada nafsu makan.
12. Keamanan
·
Mencegah
bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting) yang mudah
dijangkau oleh bayi / balita.
·
Mencegah
benda panas, listrik, dan lainnya
·
Menjaga
keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau sarana lainnya.
·
Pengawasan
yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya.
DAFTAR PUSTAKA
H. Markum : ” Ilmu
Kesehatan Anak”. Buku I, Jakarta, FKUI, 1991.
Bobak, J. : ”Materity
and Gynecologic Care”, Precenton, 1985.
Cloherty, P. John : ”Manual
of Neonatal Care”, USA, 1981.
Harper : ”Biokimia”, Jakarta,
EGC, 1994.
Jack A. Pritchard dkk : ”Obstetri
Williams”, Edisi XVII, Surabaya, Airlangga University Press, 1991
Marlene Mayers, et. al. : ”Clinical
Care Planes Pediatric Nursing”, New York, Mc.Graw-Hill. Inc, 1995.
Mary Fran Hazinki : ”Nursing
Care of Critically Ill Child”, Toronto, The Mosby Compani CV, 1984.
Susan R. J. et. al. : ”Child
Health Nursing”, California, 1988.
0 Response to "ASKEP ANAK BALITA IKTERUS"
Post a Comment