BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Bronkitis adalah suatu peradangan
dari bronkioli, bronkus dan trakea oleh berbagai sebab (Purnawan Junadi;
1982; 206).
Bronkitis akut adalah penyakit infeksi saluran nafas
akut (inflamasi bronkus) yang biasanya terjadi pada bayi dan anak yang biasanya
juga disertai dengan trakeitis (Ngastiyah; 1997; 36).
Bronkitis biasa juga disebut dengan
laringotrakeobronkitis akut atau croup dan paling sering menyerang anak
usia 3 tahun (Ngastiyah; 1997; 37).
B.
Etiologi
Bronkitis akut biasanya sering disebabkan oleh virus
seperti Rhinovirus, Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza,
virus para influenza, dan coxsackie virus. Bronkitis akut juga dapat
dijumpai pada anak yang sedang menderita morbilli, pertusis dan infeksi mycoplasma
pneumoniae (Ngastiyah; 1997; 37).
Penyebab lain dari bronkitis akut dapat juga oleh
bakteri (staphylokokus, streptokokus, pneumokokus, hemophylus influenzae).
Bronkitis dapat juga disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur (Purnawan
Junadi; 1982; 206).
Penyebab non infeksi adalah akibat aspirassi terhadap
bahan fisik atau kimia. Faktor predisposisi terjadinya bronkitis akut adalah
perubahan cuaca, alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik
memudahkan terjadinya bronkitis (Ngastiyah; 1997; 37).
C.
Pathofisiologi
Virus dan kuman biasa masuk melalui “port de entry” mulut dan
hidung “dropplet infection” yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/
bakterimia dengan gejala atau reaksi tubuh untuk melakukan perlawanan.
(Purnawan
Junadi; 1982; 207).
D.
Manifestasi klinik
1.
Tanda toksemi : Malaise, demam, badan terasa lemah, banyak
keringat “Diaphoresis”, tachycardia, tachypnoe.
2.
Tanda iritasi : Batuk, ekspektorasi/ peningkatan
produksi sekret, rasa sakit dibawah sternum
3.
Tanda obstruksi : sesak nafas, rasa mau muntah.
E.
Prognosis
Bila tidak ada komplikasi prognosis bronkitis akut pada
anak umumnya baik. Pada bronkitis akut yang berulang dan bila anak merokok
(aktif atau pasif) maka dapat terjadi kecenderungan untuk menjadi bronkitis
kronik kelak pada usia dewasa (Ngastiyah; 1997; 37).
F.
Penatalaksanaan dan terapi
Untuk terapi disesuaikan dengan
penyebab, karena bronkitis biasanya disebabkan oleh virus maka belum ada obat
kausal. Obat yang diberikan biasanya untuk mengatasi gejala simptomatis
(antipiretika, ekspektoran, antitusif, roburantia). Bila ada unsur alergi maka
bisa diberikan antihistamin. Bila terdapat bronkospasme berikan bronkodilator.
Penatalaksanaannya adalah istirahat yang cukup, kurangi
rokok (bila merokok), minum lebih banyak daripada biasanya, dan tingkatkan
intake nutrisi yang adekuat.
Bila pengobatan sudah dilakukan selama 2 minggu tetapi
tidak ada perbaikan maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan
antibiotik boleh diberikan. Pemberian antibiotik adalah 7-10 hari, jika tidak
ada perbaikan maka perlu dilakukan thorak foto untuk menyingkirkan kemungkinan
kolaps paru segmental dan lobaris, benda asing dalam saluran pernafasan dan
tuberkulosis.
G.
Pengkajian
1.
Riwayat penyakit masa lalu
Faktor pencetus timbulnya
bronkitis (infeksi saluran pernafasan atas, adanya riwayat alergi, stress).
Frekwensi timbulnya wheezing, lama penggunaan obat-obat
sebelumnya (paling akhir), riwayat asthma, adanya faktor keturunan terhadap
alergi.
2.
Pemeriksaan fisik
Peningkatan usaha dan frekwensi pernafasan, penggunaan
otot bantu pernafasan (mungkin didapatkan adanya bentuk dada barrel/ tong),
suara nafas (rales, ronchi, wheezing), peningkatan tekanan darah dan denyut
nadi, menunjukkan tanda dari terjadinya “failure respiratory” seperti
diaporesis, kelelahan, penurunan kemampuan bereaksi “decreased responsiveness” dan cyanosis. Turgor kulit, ubun-ubun besar.
Perubahan pada pemeriksaan gas darah, perubahan pada
eosinopil (pada hitung jenis darah), pemeriksaan pada foto thoraks.
3.
Faktor pertumbuhan dan
psikososial
Usia, seberapa jauh faktor
pencetus mempengaruhi kehidupan sosial penderita, tingkat pengetahuan keluarga
dan klien terhadap regimen pengobatan yang diberikan, mekanisme koping keluarga
dan klien, kebiasaan yang dikaitkan dengan kenyamanan klien (waktu tidur, waktu
istirahat dan benda kesayangan). Pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya,
kerabat keluarga dengan riwayat asthma.
4.
Pengetahuan klien dan keluarga
Pengetahuan keluarga tentang pengobatan yang diberikan
(nama, cara kerja, frekwensi, efek samping dan tanda-tanda terjadinya kelebihan
dosis). Pengobatan non farmakologis “non medicinal intervenstions” seperti olahraga secara
teratur serta mencegah kontak dengan alergen atau iritan (jika diketahui
penyebab alergi), support sistem, kemauan dan tingkat pengetahuan keluarga.
H. Diagnosa keperawatan dan intervensi
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan bronchospasme, edema mukosa, akumulasi mukus.
Tujuan:
Jalan
nafas bersih dan patent setelah mendapat tindakan keperawatan, dengan kriteria:
Pada saat
bernafas tidak menggunakan otot-otot bantu, frekwensi nafas dalam batas normal,
suara nafas bronchovesikuler.
Intervensi:
a.
Jelaskan pada klien dan
keluarga beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan proses
pengeluaran sekret.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan keluarga dan klien
kooperatif dalam tindakan perawatan.
b.
Anjurkan kepada klien dan
keluarga agar memberikan minum lebih banyak
dan hangat kepada klien.
R/ Peningkatan hidrasi cairan akan mengencerkan sekret sehingga
sekret akan lebih mudah dikeluarkan.
c.
Lakukan fisioterapi nafas dan
latihan batuk efektif
R/ Fisoterapi nafas melepaskan sekret dari tempat perlekatan,
postural drainase memudahkan pengaliran sekret, batuk efektif mengeluarkan
sekret secara adekuat.
d.
Kolaborasi dalam pemberian
ekspektoran.
R/ Ekspektoran mengandung regimen yang berfungsi untuk mengencerkan
sekret agar lebih mudah dikeluarkan.
e.
Observasi: Pernafasan (rate,
pola, penggunaan otot bantu, irama, suara nafas, cyanosis), tekanan darah,
nadi, dan suhu.
R/ Tanda vital merupakan indikator yang dapat diukur untuk
mengetahui kecukupan suplai oksigen.
2.
Resiko gangguan keseimbangan
cairan (defisit) berhubungan dengan penurunan intake oral, dyspnoe, tacypnoe.
Tujuan:
Tidak
terjadi gangguan keseimbangan cairan selama dalam masa perawatan dengan
kriteria:
Produksi
urine dalam batas normal, tekanan darah dalam batas normal, denyut nadi dalam
batas normal dan teraba penuh, ubun-ubun besar datar, mata tidak cowong.
Intervensi:
a.
Jelaskan pada klien dan
keluarga tentang manfaat dari pemberian minum yang adekuat.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan keluarga dan klien
kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
b.
Anjurkan kepada keluarga untuk
memberikan minum yang adekuat.
R/ Intake cairan yang adekuat mencegah timbulnya defisit cairan.
c.
Kolaborasi dalam pemberian cairan perparenteral.
R/ anak yang mengalami dyspnoe akan mengalami kesulitan dalam asupan
perenteral/ per os.
d.
Observasi intake dan output
R/ mengetahui sejak dini dengan menghitung secara tepat agar tidak
terjadi defisit cairan.
e.
Observasi tanda vital dan
produksi urine serta keadaan umum.
R/ Gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh dapat mengakibatkan per-
ubahan pada tanda vital, produksi urine.
3.
Hipertermi berhubungan dengan
bakterimia, viremia
Tujuan:
Suhu
tubuh dalam batas normal setelah mendapat tindakan keperawatan dengan kriteria:
Suhu
tubuh dalam batas normal, tekanan darah dalam batas normal, nadi dan respirasi
dalam batas normal.
Intervensi:
a.
Jelaskan pada keluarga tindakan
perawatan yang akan dilakukan.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien dan keluarga
kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
b.
Berikan kompres.
R/ Penurunan panas dapat dilakukan dengan cara konduksi melalui
kompres.
c.
Anjurkan kepada keluarga dan
klien untuk minum lebih banyak.
R/ Hidrasi cairan yang cukup dapat menurunkan suhu tubuh.
d.
Anjurkan kepada keluarga untuk
memakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat untuk klien.
R/ Penurunan suhu dapat dilakukan dengan tehnik evaporasi.
e.
Kolaborasi dalam pemberian
antipiretik.
R/ Antipiretik mengandung regimen yang bekerja pada pusat pengatur
suhu di hipotalamus.
f.
Observasi tanda-tanda vital.
R/ Peningkatan suhu tubuh
mencerminkan masih adanya bakterimia, viremia
4.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan rasa nausea, vomiting, malaise.
Tujuan:
Nutrisi
terpenuhi secara adekuat setelah mendapat tindakan keperawatan dengan kriteria:
Berat
badan dalam batas normal, terjadi peningkatan berat badan, klien mau
menghabiskan makanan yang disajikan.
Intervensi:
a.
Jelaskan pada klien dan
keluarga tentang manfaat dari nutrisi yang adekuat.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien dan keluarga
kooperatif terhadap tindakan perawatan yang diberikan.
b.
Sajikan makanan dalam keadaan
hangat dan menarik.
R/ Merangsang peningkatan nafsu makan pada fase sefal.
c.
Berikan makanan dengan porsi
sedikit tapi sering.
R/ Dilatasi lambung yang berlebihan merangsang rasa mual dan muntah.
d.
Kolaborasi dalam pemberian
vitamin/ roboransia.
R/ Roboransia memberikan efek dalam peningkatan nafsu makan.
e.
Observasi kemampuan klien dalam
menghabiskan makanan, berat badan.
R/ Deteksi dini terhadap perkembangan klien.
5.
Kecemasan berhubungan dengan
rasa sesak, penggunaan alat-alat medis yang asing (tak dikenal).
Tujuan:
Rasa
cemas berkurang setelah mendapat penjelasan dengan kriteria:
Klien
mengungkapkan sudah tidak takut terhadap tindakan perawatan, klien tampak
tenang, klien kooperatif.
Interevensi:
a.
Jelaskan pada klien setiap
tindakan yang akan dilakukan.
R/ Penjelasan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap
tindakan yang akan dilakukan.
b.
Berikan motivasi pada keluarga
untuk ikut secara aktif dalam kegiatan perawatan klien.
R/ Peran serta keluarga secara aktif dapat mengurangi rasa cemas
klien.
c.
Observasi tingkat kecemasan
klien dan respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan.
R/ Deteksi dini terhadap perkembangan klien.
6.
Kurang pengetahuan (pengobatan
asthma, olah raga, alergen) berhubungan dengan terbatasnya informasi
Tujuan:
Keluarga
memiliki pengetahuan yang cukup setelah mendapatkan penjelasan dengan kriteria:
Keluarga
mampu menjelaskan lagi tentang pengobatan dan penatalaksanaan pada klien
Bronchitis dengan menggunakan bahasanya sendiri.
Intervensi:
a.
Jelaskan pada keluarga tentang
pengobatan Bronchitis pada anak.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien dan keluarga mengerti
tujuan dilakukannya pemberian terapi/ pengobatan.
b.
Jelaskan pada keluarga tentang
olahraga yang dapat dilakukan.
R/ Olahraga ringan dapat membantu meningkatkan compliance
paru.
c.
Jelaskan pada keluarga tentang
efek samping penggunaan obat-obatan.
R/ Mencegah terjadinya komplikasi akibat efek samping pengobatan.
d.
Observasi pengetahuan keluarga
tentang penjelasan yang diberikan oleh petugas.
R/ Kemampuan keluarga dalam memberikan penjelasan mencerminkan
tingkat pemahaman keluarga.
0 Response to "ASKEP ANAK BRONKHITIS"
Post a Comment