Beberapa hari lalu, Badan Intelijen Luar Negeri
Amerika Serikat (CIA) membuka arsip memo singkat harian untuk presiden (PDB)
periode 1961-1965. Surat kabar the Washington Post melaporkan, Jumat (18/9),
arsip-arsip mengenai upaya kudeta di Indonesia, yang selama ini disebut-sebut
didalangi politbiro Partai Komunis Indonesia, termasuk jenis laporan rutin
disampaikan pada pemimpin Negeri Paman Sam. Ada 19 ribu halaman memo harian CIA
yang merujuk UU harus dibuka pada publik, karena status rahasia negaranya telah
kedaluwarsa.
Terkait informasi soal gerakan 30 September di Jakarta, CIA
tidak pernah secara terbuka mengaku terlibat, seperti teori beberapa akademisi,
misalnya John Roosa. Dalam memo-memo itu, intelijen AS melaporkan bahwa aktor
utama konflik adalah faksi militer pimpinan Soeharto serta perwira yang loyal
pada PKI. Merujuk dalam salah satu paragraf memo tentang Gestok 1965, CIA
menyatakan "Partai Komunis bersiap bentrok dengan tentara dalam beberapa
hari mendatang. Sebaliknya, faksi di militer terus mencari celah melemahkan
kekuatan PKI."
CIA memberi rekomendasi Presiden Lyndon B. Johnson agar menunggu
pemenang pertarungan politik yang nantinya melapangkan jalan bagi Orde Baru
itu.
"Situasi Indonesia sementara ini membingungkan. Tidak ada
hasil yang pasti untuk perubahan politik. Belum ada jawaban tentang adakah
peran Soekarno di dalamnya. Dua pihak yang bergerak sama-sama mengklaim setia
kepada presiden." Memo itu, walau kini bisa diakses, sebagian tetap
disensor dengan cara kalimat tertentu distabilo putih. CIA menyatakan ada
informasi yang tetap sensitif hingga 50 tahun masa kedaluwarsa.
Selain informasi soal Indonesia, ribuan memo CIA banyak memberi
laporan soal pergerakan Uni Soviet. Khususnya skandal penempatan rudal balistik
di Kuba pada 1962 yang nyaris memicu perang nuklir. Uniknya, memo ini sama
sekali tidak menyinggung pembunuhan Presiden John F. Kennedy di Kota Dallas
pada 25 November 1963. Beberapa sejarawan meyakini peristiwa 30 September 1965
adalah manuver politik terkait perang dingin. Sikap Soekarno yang mulai merapat
ke Uni Soviet setidaknya membuat CIA khawatir. Teori keterlibatan Amerika
Serikat itu setidaknya diulas oleh sejarawan Petrik Matanasi, penulis buku,
'Tjakrabirawa'. Sasaran penculikan adalah Jenderal yang bertugas di Staf Umum
Angkatan Darat (SUAD). Justru, kelompok G30S meyakini Amerika sedang berusaha
mengobok-obok Indonesia.
Para jenderal yang diculik sebagian besar tokoh penting
menentukan arah perkembangan Angkatan Darat. Kolonel Untung, aktor utama G30S,
menganggap jenderal-jenderal seperti Ahmad Yani tidak loyal kepada Bung Karno
dan dekat dengan Amerika Serikat. Dalam penjelasan Petrik, Pada 1 Oktober
sekitar pukul 02.00 dini hari 1 Oktober 1965, pasukan Pasopati dari
Tjakrabirawa, Brigif I Jaya Sakti dan Batalyon 454/Diponegoro berkumpul di
Lubang Buaya. Letnan Satu Dul Arief, memberikan arahan kepada anak buahnya. Dalam
arahan itu, Dul Arif menjelaskan adanya skenario Dewan Jenderal yang didukung
CIA, untuk melawan Soekarno . Karenanya sangat penting sekali untuk menangkapi
para Jenderal itu untuk menyelamatkan Presiden Soekarno. Semua anggota pasukan
cukup percaya dengan wacana ini. Gerakan pasukan ini yang kemudian diserang
balik oleh komando militer di bawah pimpinan Soeharto, sebagai pemimpin
Kostrad.
Setelah drama penculikan jenderal berakhir, Soeharto secara de
facto menguasai pemerintahan. Tragedi 1965 berakhir menyedihkan karena
setidaknya satu juta warga sipil di pelbagai provinsi yang dituding anggota
atau bersimpati pada PKI, sehingga dianggap mendukung G30S, dibantai dalam
periode 18 bulan saja. Ratusan orang dipenjara tanpa pengadilan. Pelanggaran
HAM berat itu sampai sekarang tidak pernah terselesaikan..
0 Response to "Keterlibatan SOEHARTO Dalam Sejarah G30S PKI"
Post a Comment